Selasa, 29 November 2016

Perancangan dan Pengelolaan Tenaga Kerja



ARTIKEL

“PERANCANGAN DAN PENGELOLAAN TENAGA KERJA”

Nama   : Darwati




JURUSAN AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MANAJEMEN BISNIS INDONESIA
Jl. Komjen Pol. M. Jasin (Akses UI) No: 89 Kelapa Dua Cimanggis Depok 16951
Phone: 021 87716556 Fax: 021v87721016 E-mail: info@stiembi.ac.id


Kata Pengantar
Bismillahi Rahmanirrahim
            Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan artikel ini dengan tepat waktu.
            Adapun isi dari artikel ini mengenai “Perancangan dan Pengelolaan Tenaga Kerja”, yang akan membahas tentang rancangan proses, rancangan operasi jasa, dan perancangan tenaga kerja .
            Tak lupa pula ucapan terima kasih kami kepada Dosen dan orang-orang yang telah berpartisipasi atas terselesaikannya artikel ini.
            artikel ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat dibutuhkan agar artikel ini kedepannya dapat disempurnakan.
            Akhirul Kalam…
Wassalamu alaikum Wr. Wb
                                                                                                Depok, 29 Nov 2016
                                                                                                        






Perancangan Proses, Produk dan Jasa



1. Rancangan proses
Diantara keputusan penting yang harus diambil oleh para manajer operasi adalah keputusan yang
meliputi rancangan proses fisik untuk memproduksi barang dan jasa.
  • Seleksi proses
Seleksi proses merupakan serangkaian keputusan mengenai tipe atau jenis produksi dan
peralatan yang digunakan.
Proses produksi dapat dibedakan baik atas dasar karakteristik aliran prosesnya maupun tipe
pesanan langganan. Dimensi klasifikasi proses produksi pertama adalah aliran produk atau
urutan operasi-operasi. 

Ada tiga tipe aliran :
1. Aliran Garis
Produk terstandarisasi dan mengalir dari satu operasi atau tempat kerja ke operasi berikutnya
dengan urutan yang telah ditetapkan sebelumnya. 


Operasi-operasi aliran garis dapat dibagi menjadi 2 tipe produksi, yaitu :
a. Produksi Massa (mass production)
Memproduksi kumpulan-kumpulan produk dalam jumlah besar dengan mengikuti serangkaian operasi yang sama dengan kumpulan produk sebelumnya, sehingga proses ini sering disebut sebagai repetitive process.

b. Produksi Terus-menerus (continuous production)
Produksi yang ditandai dengan waktu produksi yang relatif lama untuk menghindari penyetelan-
penyetelan, persiapan-persiapan lain dan kemacetan-kemacetan yang mahal.
Pola aliran garis ini ditunjukkan pada gambar 1.1



 
Gambar 1.1. Pola Aliran Garis

Pola aliran garis biasanya efisien tetapi juga tidak fleksibel. Efisiensi ini diakibatkan oleh
substitusi proses operasi padat karya dengan proses padat modal dan standarisasi pengerjaan
tugas-tugas rutin. Tingkat efisiensi yang tinggi diperlukan untuk menutup biaya peralatan-
peralatan khusus melalui produksi dalam volume yang relatif besar.
Contoh : Produksi mie instant, surat kabar, dll

2. Aliran Intermiten
Aliran intermiten mempunyai ciri produksi dalam kumpulan-kumpulan atau kelompok-kelompok
barang yang sejenis pada interval-interval waktu yang terputur. Suatu produk atau pekerjaan
akan mengalir baku sampai dengan menjadi produk akhir tidak mempunyai pola yang pasti,
seperti ditunjukkan dalam gambar 1.2.

Gambar 1.2. Pola Aliran Intermiten
 



Pola aliran intermiten sangat fleksibel dalam perubahan volume atau produk, karena operasinya
menggunakan oeralatan serba guna dan tenaga kerja berketerampilan tinggi. Fleksibilitas ini
menimbulkan berbagai masalah dalam pengendalian persediaan, skedul dan kualitas, di samping
juga agak tidak efisien.
Pola ini dapat diterapkan dalam produksi barang-barang yang tidak distandarisasi atau volume
produksinya rendah, karena pola ini adalah paling ekonomis dan melibatkan risiko paling kecil.
Contoh : Produksi furniture dan kerjainan lainnya



3. Aliran Proyek
Aliran ini digunakan unuk memproduksi produk-produk khusus atau unik. Biasanya setiap unit
produk dibuat sebagai sauatu barang tunggal. Masalah signifikan dalam manajemen proyek
adalah perencanaan, pengurutan, scheduling dan pengawasan kegiatan-kegiatan individual yang
mengarahkan penyelesaiaan proyek secara keseluruhan. Secara konseptual urutan kegiatan
proyek ditunjukkan dalam gambar 1.3

Gambar 1.3. Pola Aliran Proyek



Contoh dari aliran proyek ini antara lain adalah : Pesawat, kapal, kereta api, jembatan, gedung
dll.

Perbedaan Karakteristik Proses


Suatu cara untuk mengukur efisiensi yang hilang dengan rasio disebut Troughput efficiency atau
TE:
Pada pembilang, total waktu kerja yang terlibat untuk melakukan pekerjaan adalah jam mesin
(machine hours) atau jam kerja (labor hours) yang sebenarnya dipakai untuk melaksanakan
pekerjaan. Ini tidak termasuk waktu pekerjaan menunggu akibat gangguan pekerjaan (job
interference). Penyebut adalah total waktu yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan,
termasuk seluruh waktu tunggu. Aliran intermiten biasanya mempunyai TE kira-kira 10% atau
20%, jarang lebih dari 40%. Sebaliknya, nilai TE pada operasi aliran garis dapat mencapai 90%-
100%.

Klasifikasi proses produksi berdasarkan tipe langganan dibagi dua, yaitu :


1. Proses Produksi untuk Pesanan.
Proses ini pada dasarnya memproduksi barang-barang dan jasa-jasa atas dasar permintaan atau
pesanan tertentu langganan akan suatu produk. Dalam proses produksi untuk pesanan, kegiatan
pemrosesan menyesuaikan denganspesifikasi pesanan langganan secara individual.
Faktor terpenting dalam pelaksanaan proses produksi untuk pesanan adalah waktu penyelesaian.
Sebelum pesanan dilakukan, harus dilakukan kesepakatan waktu penyelesaian terlebih dahulu.

2. Proses Produksi untuk Persediaan
Proses ini menetapkan bahwa perusahaan selalu melakukan kegiatan produksi guna mengisi
persediaan yang ada. Permintaan langganan dipenuhi dengan produk-produk standar dari
persediaan. Persediaan digunakan untuk memenuhi permintaan yang tidak pasti dan
merencanakan kebutuhan kapasitas. Oleh karena itu, forecasting, manajemen persediaan, dan
perencanaan kapasitas menjadi esensial bagi suatu operasi produksi untuk persediaan



Faktor terpenting yang harus diperhatikan adalah tindakan penggunaan aktiva produksi
(persediaan dan kapasitas) dan pelayanan langganan, yang mencakup perputaran persediaan,
pemanfaatan kapasitas, penggunaan kerja lembur, dan persentase permintaan dapat dipenuhi dari
persediaan.
Perbedaan pokok kedua jenis proses produksi tersebut dijelaskan dalam tabel 1.2. berikut ini :

Tabel 1.2. Pesanan Vs Persediaan


Keputusan Seleksi Proses
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan seleksi proses secara
ringkas dapat diperinci sebagai berikut :
1) Kebutuhan modal.
2) Kondisi pasar.
3) Tenaga kerja
4) Bahan mentah
5) Teknologi
6) Ketrampilan manajemen

Pemilihan Di antara Berbagai Alternatif Pemrosesan
Banyak keputusan-keputusan seleksi proses bersangkutan dengan kapasitas-kapasitas peralatan
atau proses alternatif untuk memproduksi tingkat keluaran tertentu. Dalam masalah ini, analisis
break even dapat digunakan untuk membantu pembuatan keputusan pemilihan di antara berbagai
proses alternatif tersebut, melalui perbandingan keuntungan-keuntungan relatif setiap proses.

Contoh Kasus :
Dibawah ini kasus produksi sekrup yang dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga jenis
mesin yang ada. Biaya-biaya ketiga mesin tersebut adalah sebagai berikut 


Dengan data tersebut kita diminta untuk menentukan alternatif proses produksi yang seharusnya digunakan perusahaan untuk volume produksi di bawah 400 unit. Pertama, kita mengubah data menjadi bentuk persamaan biaya ( X = volume produksi ) :

TCA = 10.000 + 300 X
TCB = 30.000 + 200 X
TCC = 60.000 + 100 X



Pada volume produksi sebesar 400 unit :
TCA = 10.000 + 300 (400) = 130.000
TCB = 30.000 + 200 (400) = 110.000
TCC = 60.000 + 100 (400) = 100.000



Berdasarkan perhitungan dapat disumpulkan bahwa :
1. Untuk volume produksi dibawah di bawah 200 unit, proses produksi yang dipilih adalah
dengan mesin A.
2. Untuk volume produksi antara 200 sampai dengan 300 unit, produksi dengan mesin B yang
sebaiknya digunakan.
3. Untuk volume produksi di atas 300 unit, proses produksi yang sebaiknya dipilih adalah
mesin C.

  • Strategi Proses Produk

Strategi proses produk adalah sebuah keputusan penting yang dilakukan oleh manajer operasi
adalah menemukan cara produksi yang terbaik. Sebuah strategi proses (process strategy) atau
transformasi adalah sebuah pendekatan organisasi untuk mengubah sumber daya menjadi barang


dan jasa.
Tujuan strategi proses adalah menemukan suatu cara memproduksi barang dan jasa yang
memenuhi persyaratan pelanggan dan spesifikasi produk yang berada dalam batasan biaya dan
manajerial lain. Strategi proses produk merupakan proses yang akan mempunyai dampak jangka
panjang pada efisiensi dan produksi, begitu juga pada fleksibelitas biaya, dan kualitas barang
yang diproduksi.

  • EMPAT STRATEGI PROSES
1. Fokus pada Proses
Tujuh puluh lima persen dari semua produksi global berdedikasi untuk membuat produk yang
bervolume rendah, tetapi bervariasi tinggi, pada tempat yang disebut dengan “job shop”.
Fasilitas seperti itu diatur sesuai dengan aktivitas atau proses tertentu

Contoh perusahaan yang menggunakan strategi fokus pada proses :
• Dalam sebuah pabrik, proses yang ada mungkin berupa departemen yang menangani
pengelasan, penghalusan, dan pengecatan.

• Dalam sebuah kantor, proses yang ada dapat berupa penanganan utang, penjualan, dan
pembayaran.
• Dalam sebuah restoran proses tersebut, mungkin berupa bar, panggangan, dan pembuat roti


2. Fokus Berulang
• Proses berulang berada di antara strategi yang terfokus pada produk dan proses. Proses
berulang menggunakan modul.
• Modul adalah bagian atau komponen yang telah dipersiapkan sebelumnya, yang sering
berada dalam proses yang kontinu.
• Lini proses berulang (repetitive process) sama dengan lini perakitan klasik.
• Lini yang secara luas digunakan di dalam hampir seluruh perakitan mobil dan peralatan
rumah tangga; lebih terstruktur dan karenanya menjadi lebih tidak fleksibel dibandingkan adanya
customizing yang lebih dibandingkan suatu proses kontinu; modul (sebagai contoh, daging, keju,
saus, buah tomat, bawang) dirakit untuk mendapatkan suatu quasi-custom produk, yaitu roti lapis
keju.
  Dengan cara ini, perusahaan memperoleh keunggulan ekonomis dari model yang kontinu (dimana banyak modul disiapkan) dan keunggulan umum model, yaitu volume rendah, dengan banyak variasi.


3. Fokus pada produk
• Proses yang memiliki volume tinggi dan variasi yang rendah adalah proses fokus pada
produk (product-focused).
• Fasilitas diatur di sekeliling produk. Proses ini disebut juga dengan proses kontinu, sebab
mempunyai lintasan produksi yang sangat panjang, dan kontinue.
• Produk seperti kaca, kertas, lembaran timah, bohlam lampu, bir, dan baut dibuat melalui
suatu proses yang kontinu
• Beberapa produk, seperti bohlam lampu, dibuat dalam proses yang diskrit; yang lain, seperti
gulungan kertas, adalah non-diskrit
• Perusahaan dapat mendirikan fasilitas yang terfokus pada produk hanya dengan
standardisasi dan pengendalian kualitas yang efektif.
• Sebuah organisasi yang memproduksi bola lampu yang sama, atau roti hot dog setiap hari
dapat mengatur fasilitas di sekitar produk.
• Sebuah organisasi memiliki kemampuan yang tidak bisa dipisahkan untuk menetapkan
standar dan menjaga kualitas tertentu, yang berbanding terbalik dengan organisasi yang
memproduksi produk unik tiap hari, seperti percetakan atau rumah sakit umum.
• Produk seperti kaca, kertas, lembaran timah, bohlam lampu, bir, dan baut dibuat melalui
suatu proses yang kontinu
• Beberapa produk, seperti bohlam lampu, dibuat dalam proses yang diskrit; yang lain, seperti
gulungan kertas, adalah non-diskrit
• Perusahaan dapat mendirikan fasilitas yang terfokus pada produk hanya dengan
standardisasi dan pengendalian kualitas yang efektif.
• Sebuah organisasi yang memproduksi bola lampu yang sama, atau roti hot dog setiap hari
dapat mengatur fasilitas di sekitar produk.

• Sebuah organisasi memiliki kemampuan yang tidak bisa dipisahkan untuk menetapkan
standar dan menjaga kualitas tertentu, yang berbanding terbalik dengan organisasi yang
memproduksi produk unik tiap hari, seperti percetakan atau rumah sakit umum.

4. Fokus Mass Customization
• Para manajer operasi telah memproduksi jasa dan barang pilihan ini melalui apa yang
dikenal sebagai mass customization.
• Tetapi mass customization bukan hanya tentang variasi produk, tetapi bagaimana secara
ekonomis mengetahui dengan apa yang diinginkan pelanggan dan kapan pelanggan
menginginkannya
• Mass customization merupakan pembuatan produk dan jasa yang dapat memenuhi
keinginan pelanggan yang semakin unik, secara cepat dan murah.
• Mass customization memberikan kita variasi produk yang biasanya disediakan oleh
manufaktur yang bervolume rendah (terfokus pada proses) dengan biaya seperti manufaktur yang
bervolume tinggi dan terstandardisasi (terfokus pada produk).
• Bagaimanapun, untuk mencapai mass customization merupakan suatu tantangan yang
membutuhkan peningkatan kemampuan operasional. Kaitan antara logistik, produksi dan
penjualan semakin erat. Para manajer operasi harus menggunakan sumber daya organisasi yang
imajinatif dan agresif untuk membentuk proses yang gesit, yang memproduksi produk tertentu
dengan cepat dan murah.

2. Rancangan Operasi Jasa
  • Pengertian Jasa
Sebagian besar definisi mengenai jasa menekankan sifat jasa yang tidak dapat diraba. Dikatakan
bahwa jasa adalah sesuatu yang diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Jadi, jasa tidak
pernah ada hanya hasilnya dapat diamati sesudah jasa itu dilakukan.
Perancangan produk dan perancangan jasa tidak mempunyai perbedaan secara mendasar, hanya
dalam suatu organisasi jasa, pelayanan yang diberikan merupakan “produk”-nya.

Faktor-faktor keputusan yang Perlu Dipertimbangkan dalam Perancangan Jasa
Organisasi-organisasi jasa harus memutuskan beberapa faktor kunci pelayanannya, yang secara
ringkas dapat diperinci sebagai berikut :

1. Lini pelayanan yang ditawarkan.
Organisasi jasa harus memutuskan seberapa luas lini pelayanan yang akan ditawarkan. Sebagai
contoh, perusahaan asuransi harus memutuskan apakah akan menawarkan asuransi kehidupan
atau kekayaan, atau keduanya.
2. Ketersediaan pelayanan
Perusahaan harus menentukan lokasi fasilitas-fasilitas untuk memberikan pelayanan yang baik,
apakah satu lokasi terpusat atau tersebar di berbagai daerah.
3. Tingkat pelayanan.
4. Organisasi harus menyeimbangkan antara tingkat pelayanan yang diberikan kepada para
langganannya dengan kebutuhan untuk beroperasi secara ekonomik pada saaat yang sama
5. Garis tunggu dan kapasitas pelayanan.
Salah satu pertimbangan yang paling penting disain jasa adalah keputusan-keputusan yang
menyangkut antara biaya waktu yang dikeluarkan konsumen untuk menunggu dan dilayani
dengan biaya penyediaan kapasitas pelayanan yang lebih besar untuk mengurangi waktu
menunggu.

Kerangka Rancangan Jasa
Kerangka untuk merancang proses jasa seperti ditunjukkan pada gambar 1.3. di bawah ini.


Gambar 1.3. Segitiga Jasa 
Kerangka ini, merupakan segitiga jasa, mengasumsikan adanya empat unsur yang perlu
diperhatikan dalam memproduksi jasa. Unsur-unsur itu adalah :
§ Pelanggan
§ Strategi
§ Manusia
§ Sistem
Pelanggan tentu berada dipusat dari segitiga jasa, karena jasa harus selalu berpusat kepada
pelanggan. Manusia adalah karyawan dari perusahaan jasa yang bersangkutan. Strategi adalah
pandangan atau filosofi yang dipakai untuk mengarahkan segala aspek dari penyerahan jasa.
Sistem adalah sistem fisik dan prosedur yang dipakai.

Garis penghubung dari pelanggan ke strategi menunjukkan bahwa strategi harus memperhatikan
pelanggan terlebih dahulu dengan cara memenuhi kebutuhan yang sebenarnya. Garis dari
pelanggan ke sistem menunjukkan bahwa sistem hendaknya dirancang dengan mengutamakan
pelanggan. Garis dari pelanggan ke manusia menunjukkan bahwa setiap orang hendaknya: bukan
saja orang-orang di bagian operasi yang menyerahkan jasa, tetapi seluruh orang dalam
organisasi. Garis dari manusia ke sistem menunjukkaan bahwa orang untuk menyerahkan jasa
yang baik bergantung pada sistem. Garis dari strategi ke sistem menunjukkan bahwa sistem
hendaknya mengikuti strategi secara logik. Garis dari strategi ke manusia menunjukkan bahwa
setiap orang dalam organisasi hendaknya memahami orang di baris depan yang memberikan
layanan jasa sering kali dipisahkan dari strategi

Menetapkan Strategi dan Produk Jasa
Strategi jasa menetapkan dalam bisnis apa anda bergerak. Strategi ini memberikan pedoman
untuk merancang produk, sistem penyerahan dan pengukuran. Strategi jasa memberikan suatu
pandangan tentang macam dan jenis jasa apa yang akan disajikan oleh perusahaan

·         Sistem penyerahan jasa
Sistem penyerahan jasa terdiri dari unsur-unsur fisik dan tenaga kerja yang digunakan untuk
memproduksi jasa tersebut. Biasanya kelima unsur berikut ini dipertimbangkan sebagai bagian
dari sistem penyerahan jasa :
1. Teknologi. Tingkat otomasi, peralatan, tingkat integrasi vertikal.
2. Aliran proses. Urutan kejadian yang digunakan untuk memproduksi jasa.
3. Jenis proses. Jumlah kontak yang terlibat, tingkat pelayanan dan integrasi.
4. Lokasi dan ukuran. Tempat dimana proses jasa dialokasikan, ukuran dari masing masing tempat.
5. Tenaga kerja. Ketrampilan, jenis organisasi, sistem imbalan, tingkat partisipasi

Sebagian besar proses untuk jasa atau manufaktur, dapat diperbaiki dengan membuat diagram
alurnya. Ide dasarnya adalah menentukan setiap langkah proses dan menggambarkan diagram
alur dari seluruh tahap dan hubungannya. Sebagai hasil dari diagram ini, proses dapat dianalisis
untuk meningkatkan efisiensi dan pelayanan pelanggan.


PENGELOLAAN TENAGA KERJA

Pendahuluan :

Bagi perusahaan, karyawan adalah asset yang paling bernilai. Untuk hal ini, Robert Owen (1771–1858) juga menekankan bahwa unsur karyawan merupakan unsur terpenting dalam operasi perusahaan. Karyawan bahkan disebutnya sebagai vital machine. Lebih lanjut, dikatakan juga bahwa peningkatan produktivitas akan tercapai apabila terdapat peningkatan kondisi karyawan. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi di tempat kerja dan di luar tempat kerja. Dengan demikian, perusahaan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap karyawan, baik secara material maupun moral. Dari aspek sistem produksi operasi sendiri, bagaimana pun canggih dan mutakhirnya sebuah mesin, tidak ada satu mesin pun yang dapat menyamai sumbangan instrinsik manusia –karyawan, baik dari unsur diversitas keterampilan, emosional, maupun tingkatan prestasi. Karyawan memiliki perilaku yang unik dan tidak dapat diduga, sehingga benar apa yang dikatakan para pakar bahwa managing people seringkali merupakan kegiatan yang paling rumit, paling kompleks bagi seorang manajer.
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui berbagai pandangan mengenai tujuan yang hendak dicapai dalam pengelolaan karyawan, prinsip-prinsip dalam pengelolaan karyawan, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pendekatan dalam disain kerja, dan diakhiri dengan pembicaraan mengenai tekhnik-tekhnik pengukuran kerja.

 Tujuan Pengelolaan Karyawan 
Ketika model-model kuantitatif dan operation research mencapai puncak kejayaannya sekitar tahun 1950-an, dapat dikatakan bahwa pada waktu itu, perhatian atau concern pihak manajemen terhadap karyawan di dalam perusahaan seakan-akan disingkirkan. Dengan berbagai model dan pendekatan, semua persoalan di dalam perusahaan diusahakan dapat diselesaikan. Melalui pendekatan tersebut karyawan bahkan dianggap sebagai mesin, salah satu faktor produksi. Meskipun demikian, pada saat yang sama para ahli perilaku dan psikologi berhasil menyumbangkan suatu gagasan hasil penelitian mengenai pola perilaku karyawan di dalam perusahaan. Tidak dapat dihindarkan, hasil penelitian ini membuat munculnya perspektif baru dalam pengelolaan karyawan. Sejalan dengan itu, timbul suatu kebutuhan yang mendesak untuk lebih banyak menerapkan penelitian keperilakuan dalam perusahaan, dan pada gilirannya pada bidang manajemen produksi operasi. Sebagian besar manajer mengakui bahwa tanggung jawab yang paling banyak menyita perhatian adalah masalah pengelolaan karyawan. Meskipun demikian, tujuan yang paling penting adalah pencapaian prestasi. Dalam lingkup manajemen produksi operasi, prestasi kadang kali disejajarkan dengan produktivitas. Tetapi pengertian itu kurang memadai. Prestasi tidak hanya menyangkut produktivitas saja. Lebih jauh, prestasi harus melibatkan semua tujuan.
dalam produksi operasi, katakanlah seperti service excellent, penghematan biaya, kualitas, delivery 
dan bahkan fleksibilitas.
Aliran klasik dalam manajemen memusatkan perhatian pada penerapan prinsip-prinsip ilmiah untuk meningkatkan produktivitas dan menekan biaya. Pendapat ini berarti, karyawan harus diatur sedemikian rupa sehingga produktivitas dapat tercapai dan segala bentuk pemborosan dapat dihindarkan. Sementara itu, aliran perilaku muncul dan berkembang akibat adanya pembuktian bahwa aliran klasik tidak benar-benar membantu pencapaian efisiensi produksi dan keserasian kerja. Aliran perilaku mengubah konsep manusia rasional aliran klasik menjadi konsep manusia sosial. Di dalam konsep ini, ada keyakinan bahwa manusia bekerja bukan hanya untuk mencari nafkah dengan maksud mencukupi kebutuhan hidupnya, lebih jauh dari itu, manusia bekerja untuk memperoleh pemuasan dari kebutuhan sosialnya. Dan pada kenyataannya, pendekatan ini lebih banyak menyumbang pada peningkatan prestasi ketimbang pendekatan manusia rasional.
Pandangan lain tentang tujuan pengelolaan karyawan dikemukakan oleh Herbert Simon (1960). Simon menyatakan bahwa tujuan pengelolaan karyawan adalah pencapaian prestasi yang memuaskan. Perhatikan bahwa Simon menggunakan phrase “prestasi memuaskan” dan bukan “prestasi maksimum”. Penggunaan kata “maksimum” kadang kala menyesatkan. Maksimum bukan dengan sendirinya berarti perolehan tertinggi. Maksimum hanya mengarah kepada hasil tetapi tidak kepada usaha untuk mendapatkan hasil tersebut. Sebaliknya, dengan kata “memuaskan”, berarti prestasi yang memungkinkan perusahaan dapat bertahan dalam situasi dan kondisi bisnis yang penuh persaingan agar dapat survive. Singkatnya, kata “maksimum” tidak menunjukkan pengorbanan untuk memperolehnya, sementara kata pengorbanan itu sendiri sudah inheren dengan kata “memuaskan”.
Lebih lanjut, patut diingat bahwa tujuan kepuasan dan tujuan prestasi karyawan biasanya bertolak belakang. Apabila parameternya adalah prestasi, kepuasan karyawan akan dikesampingkan. Sebaliknya, penggunaan kepuasan sebagai parameter akan menempatkan prestasi ke tempat yang paling bawah. Memang pada kenyataannya, sulit untuk menentukan mana yang paling baik bagi perusahaan, “karyawan puas karena berprestasi” atau “karyawan berprestasi karena puas”.

Prinsip-prinsip Pengelolaan Karyawan
Secara umum, pengelolaan karyawan dalam perusahaan mengikuti kecenderungan sebagai berikut:
  • Model Hubungan Manusiawi (19301–1940)
  • Model Manajemen Partisipatif (1950)
  • Model T-Group (1960)
  • Model Pemerkayaan Pekerjaan (1970)
  • Model Quality Cycle (1980)
Peralihan kecenderungan ini bukan berarti bahwa pendekatan di atas tidak dapat lagi dipergunakan saat ini. Sebaliknya, dalam kondisi dan situasi tertentu yang sesuai, pendekatan itu akan sangat berguna. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua pendekatan itu dapat dipergunakan secara bersamaan dan simultan. Selain menganjurkan penggunaan pendekatan di atas, di bawah ini akan disajikan 7(tujuh) prinsip pengelolaan karyawan yang baik, berlaku luas, dan dapat dipergunakan pada situasi dan kondisi yang beraneka ragam. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
  • Cocokkan karyawan dengan pekerjaan : Prinsip ini berarti pekerjaan harus dirancang untuk karyawan yang tersedia. Selain itu, karyawan juga didorong untuk menerima pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan individunya. Hal ini berarti, kar- yawan diberikan otonomi dalam bekerja. Berkaitan dengan itu, Hackman dan Oldham menyatakan bahwa otonomi di dalam pekerjaan akan mempengaruhi rasa tanggung jawab para karyawan akan hasil kerja. Otonomi ini dapat dicapai dengan memberikan lebih banyak wewenang pengambilan keputusan kepada karyawan.
  • Definisikan tanggung jawab karyawan secara jelas : Kejelasan tanggung jawab biasanya dilakukan melalui job description yang tertulis atau berisikan tentang tujuan tugas yang selalu dimodifikasi. Dilain pihak, ketidakjelasan tanggung jawab akan dapat meningkatkan perasaan frustrasi karyawab dan pada gilirannya akan berakibat pada kualitas, produktivitas, dan tingkat konflik yang dialami karyawan.
  • Tetapkan standar prestasi: Adanya standar prestasi akan mengurangi ketergantungan karyawan pada penyelia. Standar prestasi berarti ada suatu rumusan yang jelas tentang apa yang harus dicapai karyawan, sekaligus membuka kemungkinan lebih besar untuk mendesentralisasikan lebih banyak tugas kepada karyawan.
  • Komunikasi dan keterlibatan karyawan: Gagasan manajemen partisipatif digalakkan kembali pada prinsip ini. Artinya, karyawan pantas untuk tahu berbagai kebijakan yang diterapkan dalam perusahaan dan merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi kebijakan melalui peran serta dalam pengambilan keputusan. Ada kebanggaan akan keahlian yang dimulai pada manajemen puncak dan merembes ke keseluruhan perusahaan. Akibatnya, karyawan tahu bahwa ia bertanggung jawab dan menerima tanggung jawab tersebut. Jepang dapat dikatakan sebagai negara penganut prinsip ini secara kaku.
  • Mengadakan pendidikan dan latihan: Dalam situasi di mana pengetahuan berkembang dengan pesat, adanya pendidikan dan pelatihan mutlak diperlukan untuk menunjang karier. Melalui pendidikan dan latihan, pandangan karyawan diperluas melalui tambahan pengetahuan, serta dapat menyumbang pada pencapaian integrasi perusahaan.
  • Menjamin supervisi yang baik: Tidak ada yang lebih mendasar bagi karyawan selain daripada adanya penyeliaan yang baik. Seorang penyelia harus memiliki keahlian, baik teknologi, konseptual, maupun manusiawi. Menurut teori perilaku, apabila karyawan mengetahui prestasi apa yang diharapkan darinya dan diberikan kesempatan untuk mewujudkan harapan ini, mereka akan termotivasi untuk lebih berprestasi.
  • Penghargaan atas prestasi kerja: Semua karyawan membutuhkan penghargaan atas prestasi kerjanya. Apabila standar telah ditetapkan, giliran penetapan berikutnya adalah pemberian penghargaan kepada karyawan yang telah mencapai atau melebihi standar itu. Penghargaan yang diberikan dapat berupa penghargaan material maupun im-material.
Disain Kerja
Sebelum rancangan kerja dimulai, produk umumnya telah lebih dahulu ditetapkan. Ada kalanya teknologi atau proses sudah ditentukan. Apabila kondisinya demikian, maka fleksibilitas yang tersisa hanya sedikit karena pekerjaan hampir seluruhnya telah diserap oleh teknologi proses. Disain kerja dapat diartikan sebagai fungsi penetapan kegiatan-kegiatan individual dan kelompok secara organisasional. Dengan kata lain, disain kerja merupakan fungsi penstrukturan tentang isi dan metode kerja. Hal ini berarti, suatu disain kerja harus berisikan paling tidak 6(enam) uraian, yaitu: a) tugas apa yang harus dilaksanakan; b) bagaimana melaksanakannya; c) kapan pekerjaan itu dilaksanakan; d) di mana tempat pelaksanaannya; e) siapa pelaksana dan siapa penanggungjawabnya; f) mengapa pekerjaan itu harus diselesaikan.
Rancangan kerja merupakan pokok bahasan yang kompleks. Untuk menelusurinya, terlebih dahulu diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai variabel teknis dan variabel sosial (karyawan). Apabila salah satu variabel ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi dis-equilibrium dalam pekerjaan. Pekerjaan menjadi membosankan atau pekerjaan tidak memanfaatkan kelebihan teknologi yang tersedia. Tujuan diadakannya rancangan kerja adalah untuk menemukan pekerjaan yang dapat memenuhi persyaratan sosial dan persyaratanan teknis sekaligus. Pendekatan ini mengarah pada pengembangan kerja yang tidak semata-mata mencerminkan tingkat teknologi yang paling ekonomis dengan menempatkan manusia sebagai mesin. Lebih jauh, pandangan ini juga harus mempertimbangkan biaya-biaya yang mungkin timbul sebagai akibat tingginya tingkat perputaran karyawan, absen, dan kejenuhan dalam bekerja.
Pengukuran Kerja
Tanggung jawab manajer adalah untuk mendefinisikan tujuan dan menjamin bahwa tekhnik pengukuran kerja tersebut digunakan dengan tepat. Apabila tekhnik pengukuran kerja yang diterapkan merupakan tekhnik yang benar-benar dapat menjawab kebutuhan organisasi, maka dengan sendirinya berbagai macam kegunaan dapat diperoleh. Tekhnik pengukuran kerja dapat digunakan untuk tujuan berikut:
  • Mengevaluasi Prestasi Kerja : Hal ini dilakukan dengan membandingkan output aktual dalam suatu periode dengan output standar yang ditentukan dari pengukuran kerja. Hasil yang diperoleh berupa adanya kesesuaian atau ketidak-sesuaian antar output, yang dapat menjadi dasar bagi pengambilan keputusan terhadap karyawan.
  • Merencanakan Kebutuhan Karyawan : Untuk suatu tingkat output tertentu dimasa mendatang, dan dengan membandingkannya dengan ketersediaan waktu kerja, hasil pengukuran kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak karyawan yang dibutuhkan.
  • Menentukan Kapasitas yang Tersedia: Dengan jumlah karyawan dan ketersediaan peralatan tertentu, ditambah dengan ketersediaan waktu, standar kerja yang dimiliki organisasi dapat digunakan untuk memprediksi kapasitas yang tersedia.
  • Menentukan Harga Produk: Standar kerja yang diperoleh melalui pengukuran kerja merupakan salah satu unsur dalam penetapan harga pokok dan harga jual. Keberhasilan penetapan harga produk akan menentukan kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
  • Membandingkan Metode Kerja: Apabila sedang dilakukan evaluasi dan penilaian atas beberapa metode yang berbeda, standar kerja dapat memberikan dasar untuk melakukan perbandingan ekonomis atas metode-metode tersebut.
  • Mempermudah Penjadwalan : Salah satu input data bagi semua sistem penjadwalan adalah estimasi waktu bagi kegiatan kerja. Estimasi waktu ini biasanya diturunkan dari pengukuran kerja.
  • Menentukan Upah Insentif: Karyawan akan memperoleh insentif dan upah yang lebih tinggi apabila dapat mencapai atau melampaui output tertentu. Kegunaan standar kerja dalam hal ini adalah penentuan tingkat upah berdasarkan standar kerja sebesar 100%.
 
 

KASUS KETENAGAKERJAAN DIINDONESIA

Kasus tenaga kerja di Indonesia, memang sangat banyak yang terjadi di dunia. Salah satunya Negara Indonesia, khususnya Papua. Indonesia adalah sebuah negara yang sedang berkembang, dan memiliki cukup banyak penduduk. Maka, sering banyak terjadi kasus dalam mempermasalahkan tentang tenaga kerja. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya berbagai kasus tenaga kerja di Indonesia. Beberapa contoh yang terjadi adalah : Kurangnya Lowongan Kerja, dan Kurangnya Penempatan Skill yang tepat dalam setiap Pekerjaan. 
 Pertama, Kurangnya lowongan kerja, dimana kebanyakan kasus tenaga kerja yang terjadi diakibatkan oleh sedikitnya perusahaan yang didirikan oleh pemerintah. Kebanyakan perusahaan yang didirikan oleh pemerintah umumnya lebih memilih tenaga kerja yang berpendidikan atau terdidik. Sedangkan di Indonesia masih sangat banyak masyarakat yang sudah termasuk dalam angkatan kerja belum mendapatkan pendidikan yang layak.

Kedua, Kurangnya penempatan skill yang tepat dalam setiap Pekerjaan, dimana kebanyakan perusahaan yang didirikan oleh pemerintah membutuhkan tenaga ahli dalam berbagi bidang. Terutama perusahaan yang merupakan penghasilan utama di Negara itu. Terkadang juga, skill yang ada tidak sesuai dengan lowongan kerja yang dibuka. Maka terjadilah banyak pengagguran di Indonesia.
Di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah, masalah perusahaan rokok dan tenaga kerja yang mengakibatkan bangkrutnya pabrik-pabrik kecil dan banyaknya pengagguran di Indonesia. Pengusaha rokok di daerah kita kini berguguran, mereka yang dicap ilegal didatangi polisi, dirampas alat produksinya, dan rokok disita. Namun begitu pabrik rokok ilegal itu hilang, muncul pabrik rokok kecil baru dengan izin resmi dari pemerintah. Dan ternyata itu milik perusahaan rokok besar dengan merek yang mendunia. Fakta bahwa penerimaan negara dari cukai rokok pada 2009 bernilai Rp55 triliun, industri rokok menyerap sedikitnya enam juta tenaga kerja, mereka juga memperjuangkan hak hidup pabrik rokok kecil, dan sebagainya.

Bicara industri rokok di Indonesia, Nitisemito merupakan pelopor industri rokok keretek di negeri ini, yang karenanya menjadikan sejumlah orang Indonesia mampu menduduki kursi kehormatan sebagai orang terkaya di kelas dunia. Antara lain Robert dan Michael Hartono. Kedua bersaudara tersebut bahkan menjadi yang terkaya di Indonesia, dengan jumlah kekayaan keduanya sekitar USD10 miliar. Namun, singgasana emas yang mereka duduki tentu saja membutuhkan ’’tumbal’’ dalam jumlah tidak kecil. Jumlah korban akibat kegiatan merokok ini semakin serius, bukan hanya di kalangan pengusaha rokok skala kecil tadi maupun sejumlah petani tembakau di Temanggung yang sering terijon. Tapi juga anggota masyarakat lebih-lebih perokok usia muda. Tampak sekali di negeri kita ini aksi penyadaran tentang dampak buruk rokok masih sangat lemah dan perlu untuk terus digelorakan, karena kita tentu tidak menginginkan keluarga ataupun orang-orang yang kita cintai menjadi korban akibat kecanduan rokok tersebut.

Kasus tenaga kerja di Indonesia khususnya di PT Freeport Inonesia, Bukan Sekedar Masalah Renegosiasi Tapi Menegakkan Kedaulatan RI. Sudah 44 tahun aktivitas pertambangan emas PT Freeport-McMoran Indonesia (Freeport) bercokol di tanah Papua. Namun selama itu pula kedaulatan negara ini terus diinjak-injak oleh perusahan asing tersebut. Dibandingkan PT Freeport yang memiliki tenaga kerja dan modal tentu posisi tawar pemerintah saat itu masih kecil.
PT Freeport McMoran Indonensia pun telah berlaku semena-mena kepada karyawan Freeport Indonesia yang kebanyakan adalah orang asli Indonesia. Menurut pengakuan Sekretaris Hubungan Industri Serikat Pekerja Freeport Indonesia, Freeport bersifat eksklusif sehingga akses untuk ke rumah sakit ataupun mess pun juga sulit. Lebih jauh lagi, standart yang dimiliki pekerja Freeport dari Indonesia sama dengan seluruh karyawan Freeport yang ada di seluruh dunia akan tetapi gaji yang diterima oleh pekerja dari Indonesia hanya separuhnya. Sampai sekarang pihak management Freeport tidak menyetujui tuntutan pekerja Indonesia tersebut. Bukan keadilan yang didapatkan pekerja Freeport dari Indonesia yang menuntut kenaikan gaji akan tetapi tudingan sebagai kelompok separatis lah yang mereka dapat. Padahal mereka hanya menuntut hak-haknya sebagai warga negara untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut seorang pakar ekonomi dari Universitas Padjajaran sekaligus aktivis LSM Econit, Ibu Hendri, setidaknya ada tiga alasan mengapa solusi Freeport ini bukan sekedar negosiasi.
 Pertama, Yaitu meluruskan aturan perundang-undangan yang menyimpangkan amanah konstitusi (Pasal 33 UUD 1945).
Kedua, Renegoisasi atau perubahan Kontrak Karya (KK) yang tidak memakai dasar konstitusi tidak akan memberikan manfaat bagi kepentingan rakyat Indonesia. Dan yang terakhir, rakyat Papua secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum membutuhkan dana yang besar untuk mengejar ketertinggalan dalam membangun manusia maupun fasilitas yang diperlukan untuk mendukung pelayanan sosial dan kemajuan ekonomi.
Komisi IX DPR RI  akan membentuk Tim untuk penyelesaian kasus ketenagakerjaan PT Freeport Indonesia yang terdiri dari perwakilan Komisi IX DPR RI, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI serta pihak-pihak terkait lainnya. Tim ini akan menyelesaikan kasus yang terjadi antara pekerja dengan management PT Freeport Indonesia. Ketua Komisi IX DPR RI dalam Konferensi Pers di Gedung DPR RI, Ia menyatakan  turut prihatin dan berbela sungkawa atas kejadian penembakan terhadap karyawan PT Freeport Indonesia yang mengakibatkan tewasnya  Piter Ayami Seba pada aksi massa 10 Oktober 2011. Komisi IX DPR RI mendesak PT Freeport Indonesia untuk memenuhi hak-hak normatif para pekerja serta tidak mengganti pekerja dengan pekerja lain selama melakukan mogok kerja sesuai dengan amanat UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 144 dan 145
 
 
  Sumber Artikel :
  • https://harisucahyowati.wordpress.com/2009/11/08/pengelolaan-tenaga-kerja/
  • https://www.google.co.id/search?q=Pola+Aliran+Proyek&biw=1366&bih=657&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjoysKIrc3QAhUEso8KHXtJATYQ_AUIBigB#tbm=isch&q=segitiga+jasa&imgrc=8C4RcFP6Lp2dOM%3A